1.
PENDAHULUAN
Pembelajaran mata pelajaran matematika di Indonesia sesuai
ketetapan pemerintah melalui BSNP, bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) Menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh; (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5) Memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah.Sekolah sebagai
penyelenggara pendidikan diharapkan mampu mengembangkan kemampuan siswa serta
membentuk kepribadian siswa sesuai dengan tujuan yang ditetapkan melalui
pembelajaran.
Pada saat ini
pelaksanaan pembelajaran disekolah masih belum terlaksana seperti yang
diharapkan.Pembelajaran yang diterapkan cenderung text book oriented
dan kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Guru dalam mengajar
masih kurang memperhatikan kemampuan berpikir siswadan menggunakan metode yang kurang bervariasi,
sehingga pembelajaran yang diberikan tidak memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengaitkan konsepsi yang dimiliki dengan konsep yang diajarkan
(pembelajaran tidak bermakna). Hal ini mengakibatkan motivasi dan minat belajar siswa menjadi sulit ditumbuhkan dan
pola belajar cenderung menghafal dan mekanistis. Sebagaian besar siswa masih
menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit untuk difahami sehingga pembelajaran
matematika hendaknya lebih bervariasi metode maupun strateginya guna
mengoptimalkan potensi siswa. Upaya-upaya guru dalam mengatur berbagai pembelajaran
merupakan bagian penting dalam keberhasilan siswa mencapai tujuan yang
direncanakan karena itu pemilihan metode strategi dari pendekatan dalam
mendesain model pembelajaran guna tercapainya iklim pembelajaran aktif yang
bermakna adalah tuntutan yang mesti dipenuhi para guru.
Ketidak tercapaiannya
tujuan pembelajaran siswa dapat dilihat dari rendahnya tingkat pemahaman siswa
terhadap konsep-konsep matematika.Hal ini dapat dilihat dari hasil ulangan
harian materi aturan perkalian dan pengisian tempat yang tersedia yang
dilakukan peneliti di kelas X-3 SMA Negeri 1.Hasil ulangan menunjukkan bahwa
ketuntasn belajar kelas hanya mencapai 57% yang disebabkan karena lemahnya
pemahaman siswa terhadap konsep kaidah pencacahan.Hasil evaluasi juga
menyebutkan bahwa 38% siswa mengalami miskonsepsi lebih dari 50% dari indikator
yang telah ditetatapkan.
Salah
satu penyebab lemahnya pemahaman konsep
ini adalah masalah
konsepsi siswa. Konsepsi adalah pemahaman atau tafsiran siswa tentang konsep yang telah ada dalam pikiran siswa sebagai
akibat dari proses belajar mengajar. Hal ini dikarenakan guru pada waktu
mengajar belum menggunakan strategi pembelajaran yang tepat dan dapat mendorong
siswa untuk berfikir dengan melibatkan siswa secara
aktif. Beberapa hasil penelitian
(Soedjadi, 2001; Marpaung, 2002; Ratumanan,2003)
mengatakan bahwa pembelajaran selama ini berpusat pada guru dan siswa dijadikan
sebagai objek pembelajaran yang melakukan aktivitas dalam menyelesaikan latihan
soal sesuai dengan contoh-contoh yang disajikan guru. Pembelajaran di kelas tidak
pernah berubah, yaitu pembelajaran yang mekanik untuk mencapai pemahaman siswa.
Siswa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menkonstruksi pengetahuan yang
dipelajarinya dalam belajar matematika.
Teori konstruktivis Piaget
menyatakan ketika seorang membangun ilmu pengetahuannya, maka untuk untuk memahami ilmu yang lebih tinggi diperlukan asimilasi, yaitu proses
penyerapan pengalaman baru berdasarkan pada skema
yang sudah dimiliki.
Pandangan ini dapat memberikan indikasi bahwa sebelum belajar secara formal
di kelas, siswa sudah mempunyai gagasan atau ide terhadap peristiwa-peristiwa
ilmiah. Gagasan-gagasan siswa ini merupakan
pengetahuan awal (prior knowledge) mereka. Gagasan-gagasan siswa ini
pada umumnya masih diwarnai oleh pengalaman sehari-hari yang kemungkinan
mengandung miskonsepsi. Fredette dan Clement (dalam Asnawati, 1999:27)
menyatakan miskonsepsi merupakan penyimpangan terhadap hal yang benar, yang
sifatnya sistematis, konsisten maupun insidental pada suatu keadaan tertentu.
Dari pengertian di atas miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsepsi yang
tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh
ilmuwan yang bersifat sistematis, konsisten maupun insidental. Miskonsepsi diartikan sebagai konsepsi siswa
yang tidak cocok dengan konsepsi para ilmuwan, hanya dapat diterima pada
kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk kasus-kasus lainnya serta tidak
dapat digeneralisasikan.
Ausubel (dalam Sadia, 1997) mengemukakan bahwa
pengajaran yang tidak memperhatikan konsepsi awal siswa akan menyebabkan salah
konsep siswa akan menjadi lebih kompleks dan stabil. Pendekatan pembelajaran
yang memperhatikan prakonsepsi siswa merupakan model pembelajaran yang mengacu
pada pemikiran konstruktivisme. Teori lain dari konstruktivisme juga
menyatakan bahwa pengetahuan dibangun di dalam pikiran pembelajar melalui
proses akomodasi dan asimilasi dengan menggunakan struktur kognitif yang telah
ada (Bodner, 1986). Dalam pembelajaran, jika guru tidak menyadari akan adanya
gagasan-gagasan atau konsepsi-konsepsi siswa yang dibawa ke kelas, dan terus
mengajar dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang didasarkan atas latar
belakang yang diasumsikan sendiri, maka tidak mengherankan bahwa
pandangan-pandangan siswa tidak terpengaruhi oleh pengalaman-pengalaman di
kelas, atau dapat juga miskonsepsi siswa akan semakin kompleks dan stabil. Hal
ini akan berdampak negatif terhadap prestasi belajar (Ausubel, 1978).
Pada penelitian ini,
peneliti mencoba sebuah strategi pembelajaran yang dapat memberi banyak
kesempatan kepada untuk dapat memperbaiki miskonsepsinya sebelum dia
mempelajari konsep dengan tingkat lebih
tinggi. Secara spesifik Van den Berg (1991) dalam penelitiannya menyatakan
strategi konflik kognitif dalam pembelajaran matematika cukup efektif untuk
mengatasi miskonsepsi pada siswa dalam rangka membentuk keseimbangan ilmu yang
lebih tinggi. Strategi konflik kognitif
merupakan strategi pengubahan konseptual (conceptual change strategy)
yang memungkinkan dapat merubah
stabilitas miskonsepsi-miskonsepsi siswa untuk menuju konsepsi ilmiah.
Dengan demikian dipandang perlu untuk meneliti apakah strategi
pembelajaran konflik kognitif dapat mengubah miskonsepsi siswa menuju ke
konsepsi ilmiah, sehingga pemahaman siswa tidak akan terhambat pada tingkat pemahaman yang lebih tinggi.
Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1) Bagaimanakah
aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif?;
2)Apakah penerapan stratetegi konflik kognitif dapat meningkatkan minat siswa terhadap pembelajaran matematika?; 3)Apakah
penerapan stratetegi konflik kognitif dapat meningkatkan minat siswa terhadap pembelajaran matematika?
2.
METODE
PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang tujuan utamanya
adalah untuk meningkatkan aktivitas, minat dan pemahaman matematika siswa
melalui kegitan pembelajaran dengan penerapan strategi konflik kognitif.
Penelitian ini
dilaksanakan di SMA Negeri 1 Manyar, yang memiliki 33 ruang kelas belajar yang dilengkapi dengan fasilitas
laboratorium, perpustakaan dan fasilitas lainnya. Fasilitas pembelajaran di
kelas dilengkapi dengan Televisi, LCD beserta layarnya dengan luas ruangan
sebesar 8 m x 9 m untuk 32 siswa.
Dalam penelitian ini gurubertindak sebagai perencana, pengamat dan
pelaksana penelitian. Kehadiran peneliti di kelas tetap sebagai guru dan
pembelajaran dilaksanakan seperti biasa, sehingga siswa tidak tahu kalau diteliti.
Dengan cara ini diharapkan didapatkan data yang seobjektif mungkin demi
kevalidan data yang diperlukan.
Pemilihan subyek penelitian berdasarkan
hasil Ulangan Harian pada topik aturan perkalian, didapat bahwa miskonsepsi
yang dialami siswa lebih dari 80%, maka peneliti
memilih siswa
kelas X-3 SMA Negeri 1 Manyar pada tahun pelajaran 2012/2013 sebagai subjek penelitian. Kelas X-3 mempunyai siswa 32 siswa
yang terdiri dari 16 siswa putri dan 16 siswa putra.
Penelitian ini
dilaksanakan selama 3 bulan pada semerter ganjil tahun pembelajaran 2012/2013,
dari bulan September 2012 sampai dengan November 2012, yang meliputi kegiatan
perencaan, pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan dengan jadwal
pelaksanaan sebagaimana tertera ini:
a) Perencanaan
Perencanaan penelitian ini meliputi kegiatan pembuatan
RPP dan Instumen instrumen penelitian seperti LKS, Tes formatif, Lembar
Observasi dan Angket minat siswa. Kegiatan ini dilaksanakan pada minggu ke-3
bulan September 2012 sampai minggu ke-1 bulan Oktober 2012
b) Pelaksanaan
1)
Siklus I
Tabel 3.1 Jadwal pertemuan pada siklus I
No
|
Kegiatan
|
Tanggal
|
Materi
|
1
|
Pertemuan I
|
9
Oktober
|
Permutasi
k unsur dari n unsur yang berbeda
|
2
|
Pertemuan II
|
11
Oktober
|
Permutasi
dengan beberapa unsur yang sama
|
3
|
Pertemuan III
|
14
Oktober
|
Permutasi
siklis
|
4
|
Tes Formatif I
|
21
Oktober
|
Materi
pada pertemuan 1, 2 dan 3
|
2)
Siklus II
Tabel 3.2
Jadwal pertemuan pada siklus II
No
|
Kegiatan
|
Tanggal
|
Materi
|
1
|
Pertemuan I
|
23Oktober
|
Kombinasi
|
2
|
Pertemuan II
|
25 Oktober
|
Penerapan
konsep kombinasi dalam menyelesaikan masalah
|
3
|
Tes Formatif I
|
30 Oktober
|
Kombinasi
|
3)
Siklus III
Tabel 3.3Jadwal pertemuan pada siklus III
No
|
Kegiatan
|
Tanggal
|
Materi
|
1
|
Pertemuan I
|
7
November
|
Ruang
sampel suatu percobaan
|
2
|
Pertemuan II
|
9
November
|
Peluang
suatu kejadian dan kompelemennya, frekuensi harapan
|
3
|
Pertemuan III
|
11
November
|
Peluang
kejadian majemuk
|
3
|
Tes Formatif I
|
16 November
|
|
c) Penyusunan laporan
Penyusunan laporan dilakukan mulai minggu ke-3 bulan November
sampai minggu ke-1 bulan Desember 2012
Dalam penelitian ini guru bertindak sebagai perencana, pengamat dan pelaksana
penelitian dengan dibantu oleh seorang observer untuk mengamati pengelolaan
kelas yang dilakukan oleh guru.Data kemampuan guru dalam mengelolah kelas
digunakan sebagai bahan refleksi untuk menentukan perencanaan pada kegiatan
siklus berikutnya.
Pengumpulan
data dalam penelitian ini menggunakan instrumen utama, yaitu peneliti sendiri, karena peneliti sebagai pengumpul
data dan menginterpretasikan data yang diperoleh selama proses penelitian.
Selain instrumen utama tersebut, dibuat instrumen pendukung yang lain berupa: 1) RPP; 2) Lembar Kegiatan Siswa, yang dipergunanakan
untuk proses pengumpulan data hasil eksperimen; 3)Tes formatif, digunakan untuk
mengkur pemahaman matematika siswa dan
4) Angket dan Lembar Observasi, yang digunakan
untuk mengamati aktivitas dan minat siswa serta kemampuan guru dalam
pengelolaan kelas.
Berikut ini merupakan prosedur
analisis data pada penelitian ini:
1. Pemahaman Konsep Siswa
a.
Data tentang
pemahaman konsep matematika siswa diperoleh dari hasil tes formatif yang
dilakukan disetiap akhir siklus. Jawaban siswa akan dibandingkan dengan
indikator pemahaman tiap topik bahasan. Pada analisis ini akan didapat data
tentang tingkat pemahaman siswa dan miskonsepsi yang dialami siswa. Data siswa
yang diduga mengalami miskonsepsi akan digunaka untuk menyusun pedoman
wawancara.
b.
Berdasarkan hasil
data siswa yang diduga mengalami miskonepsi, dilakuka wawancara untuk
memastikan apakah siswa benar-benar mengalami miskonsepsi. Hal ini perlu
dilakukan karena ada siswa tidak dapat menuliskan pemikirannya malalui tulisan
tetapi mampu menyatakannya secara verbal. Siswa seperti ini tidak dikategorikan
mengalami miskonsepsi. Wawancara ini tidak diberikan kepada siswa yang
berdasarkan tes formatifnya dapat dipastikan mengalami miskonsepsi.
c.
Peneliti
menganalisis data hasil wawancara untuk menentukan pemahaman siswa terhadap
konsep matematika.
2.
Keaktifan dan minat siswa terhadap penerapan strategi pembelajaran konflik kognitif.
a. Data aktivitas siswa
Data aktivitassiswa adalah data kegiatan siswa dalam
proses pembelajaran. Data ini akan disajikan dalam bentuk persentase siswa yang melaksanakan aktivitas yang telah
ditetapkan dalam bentuk indikator-indikator. Deskripsi yang dimaksud pada
penelitian ini adalah:
1)
Perhatian
Indikator yang digunakan adalah: a)Menyimak penjelasan
guru atau teman dengan sungguh-sungguh;
b)Menunjukkan antusiasme; c)Menunjukkan rasa senang
2)
Kerjasama
Indikator
yang digunakan adalah: a) Memberikan bantuan pada orang lain; b) Menghargai
pendapat orang lain; c) Menunjukkan kekompakan
3)
Ketekunan
Indikator yang digunakan adalah: a)Membaca dan
mengerjakan LKS; b) Membuat rangkuman; c)Tidak mengobrol
4)
Keaktifan
Indikator
yang digunakan adalah: a)Menyatakan pendapat; b) Mengajukan pertanyaan; c) Berdiskusi
antara sesama teman atau dengan guru
Siswa dikatakan berada pada kategori:
Baik : Jika
siswa melakukan 3 aktifitas yang diinginkan
Sedang : Jika siswa melakukan 2 aktifitas yang
diinginkan
Kurang: Jika siswa melakukan hanya 1 aktivitas yang diinginkan
Rumus yang digunakan untuk menentukan persentase
adalah:
b. Data minat siswa
Data minat siswa dikumpulkan dengan menggunakan angket
ARCS yang menggunakan indicator perhatian (attention),
Kesesuaian (relevance), Percaya diri (confidence) dan Kepuasan (Satisfaction). Rekap sekor yang
dibeikan siswa terhadap pernyataan-pernyataan dalam angket minat siswa dibuat
dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a)
Untuk pernyataan dengan kriteria positif; 1 = sangat
tidak setuju, 2 tidak setuju, 3 = ragu-ragu, 4 = setuju dan 5 = sangat setuju
b)
Untuk pernyataan dengan kriteria negatif; 1 = sangat
setuju, 2 = tidak setuju, 3= ragu-ragu, 4 = tidak setuju dan 5 = sangat tidak
setuju
c)
Menghitung skor rata-rata gabungan dari kriteria
positif dan negarif tiap kondisi, kemudian menentukan kategorinya dnegan
ketentuan skor rata-rata sebagai berikut.
1,00 – 1,49 = tidak baik
1,50 - 2,49 = kurang baik
2,50 – 3,49 = cukup baik
3,50 – 4,49 = baik
4,50 – 5,00 = sangat baik
3.
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
a. Minat Siswa Terhadap Penerapan Strategi
Konflik Kognitif
Pada setiap akhir
penerapan strategi konflik kognitif siswa diberi kesempatan untuk mengisi
angket minat dengan respon perhatian, relevansi, percaya diri dan kepuasan.
Berdasarkan hasil pengisian angket minat
siswa terhadap pembelajaran dengan strategi konflik kognitif dapat
dilihat pada tabel berikut:
No
|
Kondisi/Respon
|
Siklus I
|
Siklus II
|
Siklus III
|
1
|
Perhatian
(attention)
|
3,02
|
3,32
|
3,55
|
2
|
Relevansi
(relevance)
|
2,76
|
3,12
|
3,27
|
3
|
Percaya diri (confidence)
|
3,67
|
3,89
|
4,29
|
4
|
Kepuasan
(satisfaction)
|
3,57
|
4,10
|
4,42
|
Berdasarkan data
diatas terdapat kenaikan minat siswa pada keempat respon berada pada kategori
baik.Hal ini menunjukkan siswa mempunyai respon yang positif terhadap
pembelajaran matematika dengan penerapan stategi konflik kognitif dalam
pembelajaran matematika.Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto (2003:180) yang
mengatakan bahwa bila siswa menyadari bahwa belajar merupakan suatu alat untuk
mencapai tujuan yang dianggap penting, dan bila siswa melihat bahwa hasil dari
pengalaman belajar akan membawa kemajuan pada dirinya, ia akan lebih berminat
untuk mempelajarinya.
b. Aktivitas
Siswa Dalam Pembelajaran Dengan Strategi Konflik Kognitif
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran matematika dengan strategi konflik kognitif yang
paling dominan adalah diskusi siswa dalam membuka dan memunculkan gagasan,
siswa terlibat dalam konflik kognitif untuk membentuk konsep baru dan
menerapkannya. Aktivitas siswa pada setiap siklus dapat dilihat pada tabel
berikut:
No
|
Aspek yang diamati
|
Persentase
|
||
Siklus
I
|
Siklus
II
|
Siklus
III
|
||
A
|
Perhatian
(menyimak penjelasan,
menunjukkan antusiame, menunjukkan rasa senang)
|
48,3%
|
64,5%
|
96,7%
|
B
|
Kerjasama
(memberikan bantuan,
menghargai pendapat, menunjukkan kekompakan)
|
51,6%
|
74,2%
|
90,3%
|
C
|
Ketekunan
(membaca dan mengerjakan LKS,
membuat rangkuman, tidak mengobrol)
|
64,5%
|
90,3%
|
100%
|
D
|
Keaktifan
(menyatakan pendapat,
mengajukan pertanyaan, berdiskusi antara sesama teman atau guru)
|
74,2%
|
96,7%
|
100%
|
Rata-rata
|
59,65%
|
81,43%
|
96,75%
|
Pada data di atas terdapat kenaikan yang signifikan
terhadap aktivitas siswa dalam pembalajaran matematika, hal ini disebabkan
siswa pada penerapan pembelajaran dengan strategi konflik kognitif memungkinkan
siswa untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran baik dalam kegiatan
individu maupun kelompok. Kegiatan pembelajaran ini diawali dengan orientasi,
pemunculan gagasan (siswa diminta untuk menyatakan gagasan dan
mendemonstrasikan melalui alat peraga yang disediakan), penyusunan ulang
gagasan yang meliputi kegiatan pertukaran gagasan, pembukaan situasi konflik,
pembentukan dan penilaian gagasan baru serta diakhiri dengan fase penguatan dan
penerapan gagasan. Tahapan kegiatan ini memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menyatakan pendapat, bekerja sama , menngekslporasi konsep dari sumber
belajar dan mengoreksi konsep yang dimilikinya.
c.
Pemahaman
Konsep Matematika
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa strategi konflik kognitif memiliki dampak positif dalam peningkatan
pemahaman konsep matematika dan
menurunkan miskonsepsi siswa. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut:
No
|
Uraian
|
Siklus I
|
Siklus II
|
Siklus III
|
1.
|
Persentase
pemahaman konsep
|
68,78%
|
73,38%
|
81,28%
|
Pada data diatas
terdapat kenaikan yang signifikan terhadap tingkat pemahaman siswa terhadap
konsep matematika hal ini sesuai dengan hasil penelitian Van Berg (1991) bahwa
strategi konfflik kognitif efektif dalam mengatasi miskonsepsi dan meningkatkan
pemahaman matematika.
Hal ini selaras juga
dengan pendapat Limon (2001) yang menyatakan bahwa penerapan strategi
konflik kognitif yang dilakukan dengan tahapan mengidentifikasi konsepsi
alternatif, mengkonfrontasi dengan informasi yang bertentangan, menggunakan anomalous
information untuk mencapai perubahan
konseptual membuat siswa sadar untuk mengganti konsep sebelumnya dengan konsep
ilmiah. Pengubahan konsep ini terjadi karena pada fase konflik kognitif terjadi
ketidakseimbangan atara konsep yang
diterima siswa dengan struksur kognitif yang dimiliki sebelumnya dan secara
alamiah seseorang selalu berusaha untuk menghilangkan ketidakseimbangan dengan
melakukan akomodasi sampai ketidakseimbangannya menjadi seimbang, sehingga
terbentuk konsep ilmiah.
Peningkatan
minat siswa pada pembelajaran matematika juga mengakibatkan peningkatan
pada tingkat pemahaman matematika siswa.
Minat belajar yang tinggi akan mendukung
berlangsungnya proses belajar mengajar matematika. Minat mempunyai pengaruh
yang besar dalam proses pembelajaran, karena jika bahan pelajaran yang dipelajari
tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan
sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Siswa akan enggan untuk belajar karena dia tidak memperoleh
kepuasan dari pelajaran itu. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa, lebih
mudah dipelajari dan disimpan, karena minat menambah kegiatan belajar (Slameto,
2003: 57). Sejalan dengan itu Ahmadi (1990: 79) mengemukakan bahwa tidak adanya
minat siswa terhadap suatu pelajaran akan timbul kesulitan belajar, karena itu
pelajaran pun tidak pernah terjadi proses dalam otak. Sehingga tujuan belajar
tidak dapat terlaksana.
4. SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan
dan analisis data hasil kegiatan pembelajaranyang telah dilakukan selama tiga
siklus, dapat disimpulkan sebagai berikut:1)Penerapan pembelajaran dengan
strategi konflik kognitif dapat meningkatkan aktivitas siswa terhadap pembelajaran matematika
berturut-turut pada siklus I , II dan III sebesar 58,1%, 82,7% dan 92,9%; 2)
Penerapan pembelajaran dengan strategi konflik kognitif dapat meningkatkan
minat siswa terhadap pembelajaran matematika pada respon perhatian
berturut-turut pada siklus I , II dan tiga sebesar 3, 02 (kurang), 3, 32 (baik)
dan 3, 55 (baik), pada respon kesesuaian
terjadi kenaikan sebesar 2, 76 (kurang) 3,12 (baik) dan 3,27 (baik) sedangkan
pada respon percaya diri pada 3, 67 (baik), 3, 89 (baik) dan sebesar 4,29 (baik) dan pada respon kepuasaan
terdapat kenaikan sebesar 3, 57 (baik), 4, 10 (baik) dan 4,42 (baik); 3) Penerapan pembelajaran dengan
strategi konflik kognitif dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa
sebesar 68,78%, 73,38% dan 81,28% pada siklus I, II dan III
DAFTAR RUJUKAN
Asnawati, Rini.1999. Pemahaman
Siswa Terhadap Konsep Pecahan Desimal Sebelum dan Sesudah Kegiatan Remediasi
dengan Strategi Konflik Kognitif.Tesis.
Surabaya: Program Pasca Sarjana IKIP Surabaya.
Berg, Enwe V.D. 1991. Miskonsepsi,
Fisika dan Remidiasi. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.
Bodner, George M. 1986. Constructism:
A theory of Knowledge. Journal of Chemical Education Vol. 63 No 16.
Chien Liu, Tzu. 2010. Developing
Simulation-Based Computer Assisted Learning to Correct Student Statistical
Misconceptions Based on Codnitive Conflict Theory, Using “correlation” as an
Example. Research Report.Educational Tehnology & Society.
Dahar, Ratna Willis. 1988.
Teori-teori Belajar. Ditjen dikti Depdikbud. Jakarta: P2LPTK.
Depdiknas. 2006. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) matematika SMA. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional Jakarta.
Dreyfus et Al. 1990. Applying
the cognitive Conflict Strategy for Conceptual Change.Some Implications,
Difficulties and Problems.Journal for Research Science Teaching.
Lia, Yuliati 2007.Miskonsepsi
dan Remidiasi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Pengembangan
Pengembelajaran Matematika SD Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.
Mariawan, I. Made. 1997. Efektifitas
Strategi konflik Kognitif dalam pembelajaran gaya dan tekanan. Singaraja:
STKIP Singaraja.
Muhibbin, Syaban. 2005. Psikologi
Pendidkan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosdakarya.
Mathematics Forum. 2009. Mathematics
For Senior High School Year XI for Science Program. Jakarta: Yudhistira.
Padmawinata, Djupri. 1980. Rancangan
Pengalaman Belajar untuk Pengembangan Konsep. Jakarta: P3G Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Sadia, I wayan.1996. Efektifitas
Strategi konflik kognitif dalam mengubah miskonsepsi siswa. Singaraja:
STKIP Singaraja.
Sawada, Toshio. 1997. Developing
Lesson Plan. Bahan Kuliah Pembelajaran Matematika 1B.
Slavin, Robert E. 1997.Educational
Psychology, Theory and Practice. Fifth Edition: Allyn and Bacon.
Skemp, R.R. 1971. The Psychology
of Learning Mathematics. New York. Penguin Books.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.
Yogyakarta: Kanisius.
Walle, John A Van De. 1990.
Elementary School mathematics. Teaching
Developmentally. New York: Longman.
http://nyachya.blogspot.com/2011/06/tujuan-pelajaran-matematika-tingkat-sma.html#ixzz24zGedrCH
diakses pada tanggal 25 November
2012 jam 22:13
Suka dengan isi artikel ini. Terima kasih banyakk sudah share tentang hal ini. Mohon ijin untuk share lebih luas.
BalasHapusSalam
Leonard
leoriset.blogspot.com
Omg 도메인 토도메인 카지노 카지노 온라인카지노 온라인카지노 bet365 bet365 737Soul Silly Bada - Vie Casino
BalasHapusBorgata Hotel Casino and Spa - MapyRO
BalasHapusWelcome to MGM Grand. Your 사천 출장샵 favorite American casino resort. 상주 출장마사지 Enjoy a world-class spa, a world-class casino, 대전광역 출장안마 and endless 거제 출장마사지 experiences from 공주 출장샵 the top